Pada posting kali ini kami akan mengangkat faq seputar Alokasi Dana Desa (ADD) tersebut, agar paling tidak kita semua paham bahwa ADD bukanlah dana hibah cuma-cuma untuk kepala desa dan perangkatnya. Namun, apakah masyarakat desa telah tahu dan sadar bahwa dengan diterapkannya kebijakan ADD ini mereka harus memahami hak-hak dan kewajiban mereka. Jika belum memahami hak dan kewajibannya, maka dikhawatirkan mereka tidak akan menaruh perhatian. Jika pun ada perhatian, sangat mungkin akan terjadi banyak salah persepsi. Untuk menghindarinya, kebijakan mengenai ADD ini sangat penting didesiminasikan, sehingga mereka dengan kesadarannya yang baru setelah memahami hak-hak dan kewajibannya akan "berdiri" & "berbicara".
Rinciannya seperti ini:
Kelahiran UU No.32/2004 yang kemudian diperkuat dengan PP.72/2005 memberikan kepastian hukum terhadap perimbangan keuangan desa dan kabupaten/kota. Berdasarkan PP. 72/2005 pasal 68 ayat 1 huruf c, desa memperoleh jatah Alokasi Dana Desa (ADD). ADD yang diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui ADD desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom.
Menteri Dalam Negeri tertanggal 17 Agustus 2006 mengeluarkan Surat Kawat bernomor 140/1841/SJ yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk segera merealisasikan ADD, terutama kepada kabupaten/kota yang sama sekali belum melaksanakan ADD. Dalam Surat Kawat tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan jelas menyebutkan bahwa percepatan ADD dilakukan untuk mendukung peningkatan kinerja pemerintahan desa.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN ADD
ADD adalah dana yang diberikan kepada desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota (Pasal 1 ayat 11, PP 72/2005).
MENGAPA DESA MEMPEROLEH ADD?
ADD merupakan hak desa sebagaimana pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki hak untuk memperoleh anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari Pemerintah Pusat.
APA TUJUAN ADANYA ADD?
- Untuk memperkuat kemampuan keuangan desa (APBDes), dengan demikian sumber APBDes terdiri dari PADes ditambah ADD.
- Untuk memberi keleluasaan bagi desa dalam mengelola persoalan pemerintahan, pembangunan serta sosial kemasyarakatan desa
- Untuk mendorong terciptanya demokrasi desa
- Untuk meningkatkan pendapatan dan pemerataannya dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat desa
APA MANFAAT ADD?
Beberapa Manfaat ADD Bagi Kabupaten/Kota
- Kabupaten/Kota dapat menghemat tenaga untuk membiarkan desa mengelola otonominya, tanpa terus bergantung kepada Kabupaten/Kota
- Kabupaten/kota bisa lebih berkonsentrasi meneruskan pembangunan pelayanan publik untuk skala luas yang jauh lebih strategis dan lebih bermanfaat untuk jangka panjang (Tim FPPD, 2005).
Beberapa Manfaat ADD Bagi Desa
- Desa dapat menghemat biaya pembangunan, karena desa dapat mengelola sendiri proyek pembangunannya dan hasil-hasilnya dapat dipelihara secara baik demi keberlanjutannya.
- Tiap-tiap desa memperoleh pemerataan pembangunan sehingga lebih mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat desa.
- Desa memperoleh kepastian anggaran untuk belanja operasional pemerintahan desa. Sebelum adanya ADD, belanja operasional pemerintahan desa besarnya tidak pasti
- Desa dapat menangani permasalahan desa secara cepat tanpa harus lama menunggu datangnya program dari Pemerintah Daerah Kabupaten/kota
- Desa tidak lagi hanya tergantung pada swadaya masyarakat dalam mengelola persoalan pemerintahan, pembangunan serta sosial kemasyarakatan desa
- Dapat mendorong terciptanya demokrasi di desa. ADD dapat melatih masyarakat dan pemerintah desa untuk bekerja sama, memunculkan kepercayaan antar pemerintah desa dengan masyarakat desa dan mendorong adanya kesukarelaan masyarakat desa untuk membangun dan memelihara desanya
- Dapat mendorong terciptanya pengawasan langsung dari masyarakat untuk menekan terjadinya penyimpangan
- Dengan partisipasi semua pihak, maka kesejahteraan kelompok perempuan, anak-anak, petani, nelayan, orang miskin, dll dapat tercapai
SIAPA PENERIMA MANFAAT ADD?
- Pemerintah desa
- Badan Permusyawaratan Desa
- Lembaga-lembaga kemasyarakatan desa
- Masyarakat desa (termasuk perempuan, anak-anak, petani, buruh, nelayan dan kaum miskin desa yang lainnya)
BAGAIMANA PERUNTUKKAN ADD?
- Untuk biaya pembangunan desa
- Untuk pemberdayaan masyarakat
- Untuk memperkuat pelayanan publik di desa
- Untuk memperkuat partisipasi dan demokrasi desa
- Untuk tunjangan aparat desa;
- Untuk tunjangan BPD
- Untuk operasional pemerintahan desa
- Tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik atau kegiatan lainnya yang melawan hukum.
APA DASAR HUKUM ADANYA ADD?
- UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 212 ayat 3 yang berbunyi: sumber pendapatan desa terdiri dari;
- Pendapatan asli desa;
- Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
- Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota;
- Bantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota;
- Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
- PP. 72/2005 Tentang Desa (Pasal 68 ayat 1 huruf c)
- Surat Edaran Mendagri No. 140/640/SJ tertanggal 22 Maret 2005 Tentang Pedoman ADD yang ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota
- Surat Edaran Mendagri No.140/286/SJ tertanggal 17 Februari 2006 tentang Pelaksanaan ADD
- Surat Edaran Mendagri No. 140/1841/SJ tertanggal 17 Agustus 2006 tentang perintah penyediaan ADD kepada Propinsi (evaluator) dan kabupaten/kota sebagai pelaksana.
BAGAIMANA PROSES MENYUSUN KEBIJAKAN ADD?
Kebijakan ADD disusun oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Tahapan dan proses menyusun kebijakan ADD ini, tentu mengikuti prinsip dan cara penyusunan kebijakan daerah yang partisipatif. Kebijakan partisipatif adalah penyusunan kebijakan pemerintah daerah yang melibatkan berbagai pihak di daerah, dari awal sampai akhir.
BAGAIMANA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA MENYUSUN KEBIJAKAN ADD YANG PARTISIPATIF?
Kebijakan ADD yang partisipatif disusun oleh pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tahapan seperti berikut ini:
1. Prakarsa menjadikan ADD sebagai agenda kebijakan daerah
Prakarsa seperti ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, misalnya Asisten I Bidang Pemerintahan/Tatapraja (Bagian Pemerintahan Desa), atau langsung dari Bappeda. Kebijakan ADD ini juga bisa menjadi inisiatif DPRD, terutama Komisi A dan panitia anggaran. Prakarsa ini pun dapat juga dimunculkan oleh Asosiasi Desa (asosiasi kepala desa, perangkat desa atau BPD), LSM dan Perguruan Tinggi.
2. Mempersiapkan tim penyusun kebijakan ADD
Keanggotaan tim penyusun kebijakan ADD dapat terdiri dari; perwakilan birokrasi pemerintah daerah, perwakilan DPRD, perwakilan desa (Pemdes, BPD, Tokoh masyarakat/agama), dan organisasi masyarakat yang peduli dan memiliki pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat desa. Tim penyusun ini selanjutnya bertugas mempersiapkan berbagai hal yang terkait dengan proses penyusunan kebijakan ADD.
3. Melaksanakan proses penyusunan kebijakan ADD secara partisipatif
Proses penyusunan kebijakan ADD secara partisipatif ditandai dengan membentuk tim penyusun kebijakan ADD yang melibatkan berbagai pihak. Proses penyusunan kebijakan sejak dari merumuskan agenda kebijakan, bentuk kebijakan, kekuatan hukum yang memayunginya, pelaksanaan sampai evaluasi kebijakan, selalu melibatkan berbagai pihak. Karena kebijakan ADD ini disusun secara partisipatif dan merupakan kebijakan daerah, maka kekuatan hukumnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (PERDA). Peraturan Daerah yang isinya memuat tentang ADD ini, dijadikan satu paket dengan PERDA Tentang Sumber Pendapatan Desa, (PP 72 Tahun 2005 Pasal 72 ayat 1 dan 2).
4. Menjalankan bentuk kebijakan ADD secara baik dan akuntabel.
Menjalankan kebijakan ADD meliputi tahap sosialisasi dan pelaksanaan kebijakan tersebut di desa. Sosialisasi yang baik dan akuntabel dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui kerjasama dengan pihak ketiga (LSM, Perguruan Tinggi atau konsultan). Sedangkan fasilitasi secara teknis kepada desa dalam memahami dan melaksanakan kebijakan ADD dapat dilakukan oleh tim fasilitasi, tim pendamping dan tim pelaksana kebijakan ADD. Tim fasilitasi merupakan tim yang dibentuk di tingkat kabupaten/kota. Tim pendamping adalah tim yang dibentuk di tingkat kecamatan. Sedangkan tim pelaksana adalah tim yang mengelola ADD secara langsung di tingkat desa.
DARIMANA SUMBER ANGGARAN ADD?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 Pasal 68 ayat 1 huruf c, sumber anggaran untuk ADD berasal dari APBD kabupaten/kota. Komponen APBD yang dialokasikan sekurang-kurangnya 10 persen bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. Maksud dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota adalah dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam, ditambah Dana Alokasi Umum (DAU) setelah dikurangi belanja pegawai.
Penjelasan rinci tentang dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten/kota adalah sebagai berikut :
- Dana bagi hasil pajak, yaitu hasil pajak yang dikelola pemerintah pusat seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Hasil (PPH). Jenis-jenis pajak tersebut, setelah dikumpulkan oleh pemerintah pusat secara nasional kemudian dibagi secara proposional kepada kabupaten/kota. Bagi hasil jenis pajak inilah, setelah diterima kabupaten/kota kemudian dibagi kepada desa sekurang-kurangnya 10 persen, melalui ADD.
- Bagi hasil pengelolaan sumberdaya alam. Negara kita memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Sumberdaya alam ini dikelola pemerintah pusat untuk kebutuhan berbangsa dan bernegara. Hasil pengelolaan ini kemudian dibagi secara proporsional kepada seluruh kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota yang menerima bagi hasil pengelolaan sumberdaya alam ini, diwajibkan mengalokasikan untuk desa sekurang-kurangnya 10 persen. Alokasi dari sumber dana ini yang untuk desa dibagikan melalui ADD.
- Dana alokasi umum (DAU). Pemerintah daerah dalam era desentralisasi dan otonomi ini memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat. DAU ini diberikan setiap tahun anggaran untuk menopang kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan gaji pegawai daerah, kebutuhan operasional pemerintahan dan pelayanan publik daerah. Bagian desa dari jumlah DAU yang diterima kabupaten/kota, sekurang-kurangnya 10 persen. Tetapi menurut penjelasan dalam Pasal 68 ayat 1 huruf c PP No 72/2005, jumlah 10 persen itu diambil dari DAU setelah dikurangi untuk belanja pegawai daerah.
BAGAIMANA RUMUS PEMBAGIAN ADD ITU?
Rumus pembagian ADD adalah cara yang dipakai untuk menghitung besaran ADD yang akan diterima oleh setiap desa. Prinsip dasar rumus pembagian ADD ini harus sederhana, diketahui publik dan mudah dipahami serta dapat diterapkan. Rumus pembagian ADD ini harus dapat dipakai untuk menghitung besarnya ADD setiap desa berdasarkan asas :
1. Pemerataan.
Prinsip pemerataan dipakai agar setiap desa dalam suatu wilayah kabupaten/kota memiliki kemampuan keuangan desa yang rata-rata sama
2. Keadilan.
Prinsip ini dipakai untuk mendukung setiap desa dalam mengelola potensi dan kendala atau keterbatasan yang dimiliki. Untuk mencapai prinsip keadilan tersebut, rumus pembagian ADD dilengkapi dengan variabel-variabel yang mencerminkan keadilan. Variabel keadilan ini merupakan data kenyataan dalam aspek sosial dan fisik yang secara umum dimiliki oleh desa.
Dari prinsip keadilan dan pemerataan tadi, jika disusun dalam kalimat ringkas, hasilnya sebagai berikut :
ADD = Pemerataan + Keadilan
Prinsip tersebut jika dirangkai menjadi suatu rumus untuk membagi besaran ADD, sebagaimana tercantum dalam Surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 140/640/SJ Tanggal, 22 Maret 2005 dapat dirumuskan seperti berikut ini:
(1) Rumus pembagian ADD :
ADDx = ADDM + ADDPx
Keterangan:
ADDx : Alokasi Dana Desa yang diterima desa x
ADDM : Alokasi Dana Desa Minimal/Merata yang diterima setiap desa
ADDPx : Alokasi Dana Desa Proporsional yang diterima desa x Dari rumus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Besarnya ADD setiap desa (ADDx), secara prinsip jumlahnya sama.
Besaran ADD yang sama ini disebut sebagai Alokasi Dana Desa Minimal/Merata (ADDM). Tetapi, karena kondisi dan potensi desa tidak sama atau terjadi kesenjangan, maka tiap-tiap desa diberi tambahan dana yang jumlahnya tidak sama. Tambahan dana itu disebut sebagai dana proporsional (ADDPx). Bagaimana menghitung dana tambahan untuk tiap-tiap desa secara proporsional? Berikut ini rumusannya.
(2) Rumus menghitung ADDPx
ADDPx = BDx x (ADD - SADDM)
Keterangan :
BDx : Nilai bobot desa untuk desa x
ADD : Total ADD untuk kabupaten/kota
SADDM : Jumlah seluruh ADD Minimal/Merata
Rumus tersebut pengertiannya sebagai berikut. Setelah total ADD untuk kabupaten/kota dikurangi jumlah seluruh ADD Minimal, maka hasilnya adalah jumlah Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Jumlah ADD Proporsional untuk setiap desa, dihitung dengan menentukan terlebih dahulu nilai bobot desa untuk desa tersebut (BDx). Apa itu nilai bobot desa? Nilai bobot desa adalah nilai desa atau rangking desa yang diukur melalui beberapa variabel keadilan. Sehingga nilai bobot desa (BDx) dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
(3) Rumus menghitung nilai bobot desa
Dengan diketahui nilai bobot desa seperti dirumuskan tadi, maka pembagian jumlah ADD untuk setiap desa dapat dilakukan berdasarkan asas pemerataan dan asas keadilan.
BDx = (nilai jumlah penduduk miskin) + (nilai jumlah fasilitas pendidikan) + (nilai jumlah fasilitas kesehatan) + (nilai keterjangkauan desa)
BAGAIMANA CARA MEMPEROLEH INFORMASI KEBIJAKAN ADD?
Kebijakan ADD merupakan kebijakan daerah, dengan payung hukum Peraturan Daerah (PERDA) atau Peraturan Bupati (PERBUP). Masyarakat harus tahu dan bisa memperoleh payung hukum kebijakan ADD ini. Setelah payung hukum kebijakan daerah ini diperoleh, langkah berikutnya adalah memastikan bahwa Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) mencantumkan pelaksanaan kebijakan ADD. Untuk itu dokumen RKPD ini juga harus diketahui oleh masyarakat luas (UU No.28 Tahun 1999).
Setelah memastikan bahwa kebijakan ADD tercantum dalam RKPD, langkah berikutnya mencari informasi di dalam dokumen Kebijakan Umum APBD (KUA). Dalam dokumen KUA ini, seperti diatur oleh Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sudah dapat diketahui ADD menjadi prioritas kebijakan pemerintah daerah dengan plafon anggaran yang besarnya sudah ditentukan. Dokumennya disebut PPA (Prioritas dan Plafon Anggaran). Dengan mengetahui adanya dokumen KUA dan PPA, masyarakat selanjutnya dapat memperoleh Surat Edaran Bupati tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) untuk setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Dalam SE Bupati ini akan diketahui instansi yang ditugasi untuk mengelola pelaksanaan ADD. Setelah diketahui instansi pengelola pelaksanaan ADD (biasanya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa), masyarakat dapat memastikan bentuk kegiatan pelaksanaan ADD dan besaran anggaran yang direncanakan. RKA tentang ADD yang disusun SKPD ini masih bersifat alokasi belanja untuk APBD, belum dibagi ke tiap-tiap desa.
BAGAIMANA CARA DESA MEMPEROLEH ADD?
Desa dapat memperoleh ADD, jika pihak SKPD/Dinas di Kabupaten/Kota yang mengelola kebijakan ADD (biasanya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa) telah melaksanakan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) sesuai yang terangkum dalam APBD. Keberadaan Tim Fasilitasi ADD di SKPD/dinas, berperan penting dalam membagi ADD ke seluruh desa dengan memakai rumus pembagian ADD.
Setelah hasil perhitungan pembagian ADD untuk setiap desa diketahui, maka ADD siap untuk ditransfer ke desa. Pada prinsipnya desa dapat memperoleh ADD melalui pemerintah desa. Pemerintah desa dalam memperoleh ADD ini harus mencantumkan terlebih dahulu di APBDes yang diperkuat dengan PERDES.
Sedangkan secara teknis pencairan ADD ini diantaranya dilengkapi dengan mekanisme pembuatan rekening, pengajuan, penyimpanan, penggunaan dan sebagainya. Mekanisme teknis ini diatur dalam SK Bupati tentang pedoman teknis pengelolaan ADD.
BAGAIMANA DESA MENGELOLA ADD?
Dalam pengelolaannya, semua proses harus dijalankan melalui musyawarah desa. Mulai dari menggali kebutuhan, merencanakan APBDes (dimana ADD termasuk di dalamnya), pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi. Mekanisme yang transparan dan melibatkan masyarakat ini membangun proses demokratisasi, sehingga dapat mencapai tujuan untuk kesejahteraan masyarakat desa.
APA SAJA PRINSIP DASAR DALAM MENGELOLA ADD?
Pengelolaan ADD harus menyatu di dalam pengelolaan APBDes, sehingga prinsip pengelolaan ADD sama persis dengan pengelolaan APBDes, yang harus mengikuti prinsipprinsip good governance:
Partisipatif
Proses pengelolaan ADD, sejak perencanaan, pengambilan keputusan sampai dengan pengawasan serta evaluasi harus melibatkan banyak pihak. Artinya, dalam mengelola ADD tidak hanya melibatkan para elit desa saja (Pemerintah Desa, BPD, Pengurus LKMD/RT/RW ataupun tokoh-tokoh masyarakat), tetapi juga harus melibatkan masyarakat lain seperti petani, kaum buruh, perempuan, pemuda, dan sebagainya. Sebagai contoh, dalam musrenbangdes di Desa Tanjungan-Klaten, agar seluruh pihak dapat terlibat maka musyawarah dilakukan di lapangan terbuka (bukan di kantor desa) pada malam hari. Bahkan anakanak pun dapat difasilitasi keterlibatannya melalui kegiatan menggambar. Mereka diminta untuk menggambarkan desa seperti apa yang mereka harapkan sekaligus menyampaikan apa saja sarana yang mereka butuhkan.
Transparan
Semua pihak dapat mengetahui keseluruhan proses secara terbuka. Selain itu, diupayakan agar masyarakat desa dapat menerima informasi mengenai tujuan, sasaran, hasil, manfaat yang diperolehnya dari setiap kegiatan yang menggunakan dana ini. Sebagai contoh, pada beberapa desa di Sanggau-Kalimantan Barat, catatan/hasil dari setiap pertemuan, perencanaan dan penggunaan anggaran di kampung ditempelkan di tempat-tempat umum, sehingga seluruh masyarakat dapat membacanya.
Akuntabel
Keseluruhan proses penggunaan ADD, mulai dari usulan peruntukkannya, pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak terutama masyarakat desa. Sebagai contoh, di Desa Wiladeg-Gunung Kidul dalam setiap pembahasan program dan anggaran dilakukan oleh pemerintah desa beserta masyarakat dan disiarkan langsung melalui radio komunitas. Sehingga masyarakat bisa memahami argumentasi setiap pos-pos anggaran dan keluaran yang dicapai.
Kesetaraan
Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan ADD mempunyai hak dan kedudukan yang sama. Sebagai contoh, di Komunitas Sedulur Sikep (masyarakat Samin) - Jawa Tengah, ketika membahas suatu persoalan, maka setiap orang memiliki hak bicara yang sama dan terdapat semacam aturan bahwa setiap orang harus mempunyai pendapatnya sendiri untuk masalah yang dibahas.
BAGAIMANA PERENCANAAN DESA SECARA PARTISIPATIF?
Sebagai langkah awal, desa harus terlebih dahulu merencanakan penggunaan APBDes (dimana ADD masuk ke dalamnya) berdasarkan penggalian kebutuhan dari masyarakatnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan masa lalu, dimana program untuk desa direncanakan dan ditetapkan dari atas (oleh dinas/instansi pemerintah kabupaten/kota terkait), bukan berasal dari kebutuhan yang sebenarnya di desa.
Sehingga, meskipun programnya baik tetapi sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh desa. PP No.72 Tahun 2005 pasal 64, mengamanatkan setiap desa harus menyusun RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) 5 tahunan. Dan selanjutnya RPJMDes dirinci menjadi RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa) Tahunan. Secara umum, tahapan yang biasa dilakukan dalam proses perencanaan dan penganggaran RKPDes adalah sebagai berikut:
Dengan adanya ADD, desa memiliki tambahan dana yang lebih besar, sehingga bisa lebih leluasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat desa. Selain itu, yang terpenting masyarakat dapat langsung merealisasikan beberapa kebutuhannya yang kemudian dituangkan dalam dokumen perencanaan di desa.
BAGAIMANA ADD MEMIHAK KE MASYARAKAT DESA?
ADD harus berpihak kepada masyarakat desa, jangan sampai mengulang kesalahan masa lalu dimana bantuan-bantuan yang diperoleh dari dinas/instansi pemerintah kabupaten/kota untuk desa selain tidak menjamin keberlanjutannya juga tidak disertai kewenangan yang luas untuk memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan desanya. Akibatnya, program itu tidak berhasil karena mengabaikan keberadaan desa sebagai pemerintahan yang bisa menjalankan fungsi yang lebih baik dalam mendorong partisipasi masyarakatnya. Dengan ini, maka pemerintah desa akan benar-benar menjalankan fungsinya, melayani masyarakat desa.
Agar ADD dapat secara nyata berpihak ke masyarakat desa, minimal 70% dari ADD harus digunakan untuk pelaksanaan pembangunan baik fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Dan sisanya, maksimal 30%, untuk belanja rutin/operasional seperti : Bantuan Tunjangan Aparat Pemerintah Desa, Bantuan Tunjangan Anggota BPD, Biaya Operasional Sekretariat Desa, Biaya Operasional Sekretariat BPD, dan Biaya Perjalanan Dinas. Umumnya, pengaturan mengenai pos penggunaan ADD di setiap desa telah diatur oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Untuk gaji Kepala Desa dan Perangkat Desa dialokasikan dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Sebagaimana diatur dalam Surat Kawat Mendagri No. 140/1841/SJ tanggal 17 Agustus 2006. Berdasarkan kebutuhan nyata serta ketentuan tentang porsi pembagian tersebut (70% ; 30%), maka dana ini dapat digunakan sebesar-besarnya untuk pemberdayaan demi kesejahteraan masyarakat desa.
BAGAIMANA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DI DESA?
Untuk mengelola ADD, desa harus mempersiapkan kelembagaan yang terdiri dari tim pelaksana, tim pengawas dan tim evaluasi secara khusus. Tim-tim tersebut dibutuhkan agar ADD dapat terkelola dengan baik dan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Karena, berbeda dengan masa lalu dimana bantuan untuk desa dari pemerintah daerah kabupaten/kota secara kelembagaan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah kabupaten/kota tersebut, maka dengan ADD pelaksana program adalah perangkat desa bersama masyarakat desa.
Umumnya yang terjadi, kelembagaan pengelola ADD untuk tingkat kabupaten/kota diserahkan kepada kabupaten/kota terkait. Demikian pula dengan desa, dimana kelembagaan pengelola ADD juga diserahkan kepada kepala desa atau yang setingkat. Yang terpenting dalam tim pengelola ADD tersebut, adalah mengupayakan agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan ADD tidak memakan proses birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
BAGAIMANA MENGAWASI DAN MENGEVALUASI ADD?
Pengawasan adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang perkembangan atau pelaksanaan sebuah kegiatan. Pengawasan biasanya dilakukan secara berkala selama proses berlang-sungnya kegiatan terkait. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan menilai secara keseluruhan apakah sebuah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau kegiatan yang telah disusun sebelumnya. Evaluasi biasanya dilakukan pada akhir suatu kegiatan Secara umum, pelaksanaan ADD diawasi oleh tim Pembina di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Namun, karena ADD menjadi bagian dari penerimaan desa yang dipertanggungjawabkan kepada BPD serta masyarakat desa secara terbuka, maka seluruh pihak terutama masyarakat perlu terlibat secara aktif untuk mengawasi dan mengevaluasi :
Apakah ADD telah digunakan sesuai dengan yang direncanakan? Apakah ada kemungkinan indikasi penyalahgunaan dana dari ADD tersebut? Dan lain-lain sesuai dengan kesepakatan masyarakat desa Pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan melalui berbagai macam cara. Diantaranya seperti pertemuan kampung, pertemuan kelompok (seperti kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok usaha bersama, dll), kunjungan lapangan, studi banding ke desa lain maupun hanya dengan mempelajari dokumen tertentu (misalnya dokumen mengenai perencanaan awal penggunaan ADD hasil musyawarah pemerintah desa, BPD serta masyarakat desa, ataupun dokumen mengenai kebijakan terkait)
Karena ADD merupakan bagian yang menyatu dengan APBDes, maka pengawasasan ADD juga sekaligus sebagai pengawasan Pelaksanaan APBDes. Dengan ini maka ADD memberikan peluang lahirnya proses demokrasi di desa demi tercapainya desa yang mandiri.
*****
Materi di atas di ambil dari ebook yang berjudul Buku Saku ADD. Untuk lebih jelasnya, silahkan unduh file pdf-nya di di sini